Berdagang Dengan Curang




Sabtu, 8 September 2018

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 28-30

Yehezkiel 28:18a (TB)  Dengan banyaknya kesalahanmu dan kecurangan dalam dagangmu engkau melanggar kekudusan tempat kudusmu.

Berdagang adalah salah satu wahana Tuhan memberkati umat-Nya. Namun demikian dalam berdagang bukan semata-mata mencari untung, melainkan harus mengembangkan relasi persahabatan, kemanusiaan dan keilahian.

Kesuksesan dagang yang dialami oleh Negeri Tirus ternyata tidak berkenan kepada Tuhan, karena mereka melakukan banyak kecurangan. Berikut beberapa hal yang menjadi kecurangan dalam perdagangan mereka.

1. Berdagang dengan kekerasan / perampasan.
Dalam hal ini menekan atau mengintimidasi mitra bisnis baik secara fisik maupun psikologis. Salah satu yang fatal yang mereka lakukan adalah perdagangan manusia. Mereka menukarkan barang-barang mereka untuk membeli budak dengan harga yang murah dan dijual dengan harga yang mahal. Bahkan banyak orang dipaksa menjadi budak karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi.
Yehezkiel 28:16a (TB)  Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa.

2. Pertukaran yang tidak sebanding.
Pada zaman dahulu perdagangan dilakukan dengan sistem barter. Hal ini ditunjukkan dalam Yehezkiel 27:12-24, terdapat kalimat "ganti barang-barangmu".
Komoditas utama perdagangan negeri Tirus adalah logam, kaca dan kain ungu.
Namun mereka menukarkannya dengan komoditas dengan nilai ekonomi yang jauh lebih mahal. Mereka mendapatkan emas, perak, timah putih, permata, anggur, permadani yang mahal-mahal ditukar dengan barang-barang mereka yang jauh lebih murah.

3. Neraca yang serong.
Neraca yang serong artinya timbangan yang berat sebelah. Agar menjadi seimbang ditambahkan pemberat yang tidak diketahui oleh pembeli. Ini dilakukan untuk menipu pelanggan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Amsal 11:1 (TB)  Neraca serong adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat.

4. Berdagang dengan magic (kuasa gelap)
Negeri Tirus tidak percaya kepada Tuhan dan menyembah kepada berhala. Salah satu berhala yang disembah adalah yang diyakini dapat membawa kekayaan dan kesuksesan dalam berdagang. Misal roh pesugihan yang membuat pelanggan terpengaruh dan membeli barang yang dijual walaupun mahal dan kualitasnya tidak bagus. Atau pelanggan kembali datang meskipun makanan yang dijual tidak enak. Praktek seperti ini masih terjadi sampai saat ini.

Saya mengenal seseorang bernama "X" yang karena kesulitan bisnis terpaksa harus berhutang pada rentenir sekitar Rp 200 juta pada beberapa puluh tahun yang lalu. Karena kesulitan membayar hutang maka bunga semakin besar. Setelah beberapa puluh tahun hutangnya menjadi Rp 2 milyar. Sedangan jaminan yang diberikan adalah sebuah sertifikat berupa tanah yang luas di lokasi yang strategis. Karena ketidakpahaman pada mulanya si "X" setuju menyerahkan sertifikat dengan tanda tangan persetujuan bila tidak dapat membayar, makan asset tanah menjadi milik pemberi pinjaman. Setelah pinjaman menjadi Rp 2 milyar si "X" menyatakan tidak sanggup membayar, akhirnya harus merelakan tanahnya menjadi miliki sang rentenir. Tahukah Anda berapa nilai tanah itu sekarang? Ya ... Rp 50 milyar dan itu sekarang menjadi milik sang rentenir.

Kesaksian tersebut di atas merupakan cara bisnis yang kejam dan jauh dari nilai-nilai kasih. Paulus mempraktekkan bisnis sebagai pembuat tenda bukan semata-mata untuk mencari keuntungan, tetapi membangun relasi dengan sebanyak mungkin orang. Hasilnya, Paulus memakai keuntungan dalam berdagang untuk membiayai perjalanan misinya dan Paulus memenangkan para relasi bisnisnya menjadi pengikut Kristus.
Bisnis dengan mengikuti cara dunia mungkin bisa cepat kaya tetapi akan kehilangan kekayaan sorgawi. Mari kita instropeksi bisnis atau pekerjaan kita, bila ada hal-hal yang curang mari kita bertobat dan jalankan bisnis dengan jujur. Tuhan memberkati. (Ps.BW)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages