Kemenangan Iman




Selasa, 17 Desember 2019

Bacaan Alkitab Setahun: Ibrani 10-13

Ibrani 11:39 (TB)  Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik.

Selama ini mungkin kita berpikir bahwa iman yang benar akan mengalami apa yang diimani. Mengalami kesembuhan, mujizat, berkat, mendapatkan jodoh, keturunan, kekayaan dan sebagainya.
Alkitab memuat kisah-kisah kemenangan: Daniel selamat dalam gua singa; Sadrakh, Mesakh, Abednego tidak terbakar dalam perapian yang menyala-nyala; Elia menang dalam kontes melawan nabi-nabi Baal; Perempuan yang pendarahan sembuh ketika menjamah jubah Yesus; Lazarus bangkit dari kematian; dan sebagainya.
Dalam pandangan umum, kemenangan iman terjadi ketika mengalami mujizat, berkat dan pertolongan Tuhan.

Bagaimana mereka yang sampai akhir hidup mereka tidak mengalami mujizat?
Kitab Ibrani memberikan pemahaman yang seimbang. Bukan berarti jika tidak mengalami mujizat berarti kurang iman atau tidak mengalami kemenangan.
Ibrani 11:35-38 (TB)  Ibu-ibu telah menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan. Tetapi orang-orang lain membiarkan dirinya disiksa dan tidak mau menerima pembebasan, supaya mereka beroleh kebangkitan yang lebih baik. 
Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan. 
Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan. 
Dunia ini tidak layak bagi mereka. Mereka mengembara di padang gurun dan di pegunungan, dalam gua-gua dan celah-celah gunung.

Kemenangan iman yang sejati adalah melakukan pertandingan yang baik, mencapai garis akhir dan memelihara iman, walaupun tidak mengalami mujizat. Misalnya sampai akhir hidup tidak mengalami kesembuhan tetapi tetap percaya dan setia kepada Tuhan. Bahkan para rasul dan para martir, mereka mati disiksa tanpa bisa melepaskan diri, tetapi tetap bertahan dalam iman.

John Stephen Akhwari menjadi atlet terkenal berkat perjuangan ”heroik”-nya pada Olimpiade 1968 di Meksiko.
Pelari maraton asal Tanzania ini bukanlah peraih medali pada Olimpiade 1968 itu. Akan tetapi, kamera televisi mengarah kepadanya ketika dia menjadi atlet terakhir yang mencapai garis finis lari maraton pada olimpiade itu.
Akhwari yang lahir dan dibesarkan di Tanzania, negeri yang cukup melimpah disinari matahari, adalah salah satu peserta lari maraton 42,195 kilometer. Medan lari yang berada di ketinggian, membuat dia mengalami kram sehingga pada kilometer ke-19, dia tertubruk sejumlah pelari.
Akhwari, yang lahir tahun 1938, tak ayal lagi jatuh dengan sendi lutut tergeser dan bahu yang sakit. Akan tetapi, ia tidak menyerah. Setelah beberapa saat mengatasi rasa sakitnya, dia meneruskan lomba dengan lutut dibebat kain.
Pemenang maraton itu adalah pelari Etiopia, Mamo Wolde, dengan waktu 2 jam, 20 menit, 26 detik. Akan tetapi, Akhwari mencuri perhatian televisi ketika justru mencapai finis saat medali akan dibagikan kepada para juara, atau dalam waktu 3 jam, 25 menit, 27 detik.
Ketika ditanya kemudian mengapa dia ngotot meneruskan lari meski kondisi fisiknya tidak memungkinkan, Akhwari menjawab, ”Negara saya tidak mengirim saya terbang 10.000 mil jauhnya hanya untuk start berlari. Mereka mengirim saya untuk menyelesaikan lomba.”
Semangat Akhwari itu diingat banyak orang. Dia juga terus berkompetisi di sejumlah kejuaraan lari maraton pasca-Olimpiade 1968 dan menjuarai beberapa di antaranya. Wajarlah bila pada 1983, Akhwari dianugerahi penghargaan ”National Hero Medal of Honor”. Namanya diabadikan dalam yayasan untuk pelatihan atlet Tanzania.
(Kompas.com)


2 Timotius 4:7 (TB)  Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.
Biarlah kita menjadi orang-orang yang mengalami kemenangan iman, yaitu memelihara iman kepada Tuhan Yesus sampai akhir hidup kita. Tuhan memberkati. (Ps.BW)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages